Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yang sedang membaca koran… “Ayah, ayah” kata sang anak…
“Ada apa?” tanya sang ayah…..
“Aku
capek, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk
mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan
menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…
Aku
capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang
temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capek,
sangat capek …
Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! …
Aku
capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak
menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…
Aku
capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati
teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…
Aku
capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka
terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak
mulai menangis…
Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus
kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan
menunjukkan sesuatu kepadamu”,
Lalu sang ayah menarik tangan sang
anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak
duri, serangga, lumpur, dan ilalang…
lalu sang anak pun mulai
mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat
sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku
dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang… aku
benci jalan ini ayah” … sang ayah hanya diam.
Sampai akhirnya
mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar,
ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang
rindang…
“Waaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat
ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang
rindang beralaskan rerumputan hijau.
“Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.
”Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?”
”Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?”
”Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi,
padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar
dalam menyusuri jalan itu”
”Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? alhamdulillah”
”Nah, akhirnya kau mengerti”
”Mengerti apa? aku tidak mengerti”
”Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap
baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap
kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi…
Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu,
kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu,
kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga…
Dan
akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah..
seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat
apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”
”Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ”
”Ayah tahu, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau
tetap kuat … Begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada
di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi…
Ingatlah anakku…
Ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh,suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri…
Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri…
Jadilah seorang yang kuat, yang tetap tabah dan memiliki pendidrian karena ia tahu ada sang pencipta di sampingnya…
Maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang…
Maka kau tahu akhirnya kan?”
”Ya ayah, aku tahu.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah
dari telaga ini … sekarang aku mengerti … terima kasih ayah, aku akan
tegar saat yang lain terlempar”
Sang ayah hanya tersenyum sambil
menatap wajah anak kesayangannya.
Sumber Bacaan:
http://www.darusshofa.com