Thursday 13 June 2013

Analisis Film "Dead Poet's Society" Menurut Teori Erikson


I. RESENSI CERITA

Akademi Welton, sekolah swasta yang terkurung di kaki kaki bukit terpencil di Vermont, Inggris. Sekolah dengan tradisi yang kolot dan otoriter. Welton merupakan sekolah persiapan unggulan ke perguran tinggi yang sangat terkenal akan empat prinsip utama mereka, yaitu Tradisi, Kehormatan, Disiplin, dan Kecerdasan. Tradisi, kehormatan, disiplin, dan kecerdasan dijadikan sebagai semboyan dan merupakan hal yang mendasari kehidupan, maka dari itu setiap siswa Welton harus memahami dan melaksanakan prinsip prinsip tersebut. Tradisi adalah kecintaan terhadap sekolah, bangsa, dan keluarga dan tradisi di Welton adalah menjadi yang terbaik. Kehormatan adalah martabat dan memenuhi kewajiban. Disiplin adalah penghargaan kepada guru dan kepala sekolah, disiplin datang dari diri sendiri. Sedangkan kecerdasan adalah hasil kerja keras dan merupakan kunci dari segala kesuksesan disekolah dan dimana saja.

Dead Poet’s Society (DPS) merupakan suatu komunitas remaja yang menjadikan puisi sebagai pengungkapan ekspresi dan indentitas mereka, dimana para anggotanya dibukakan matanya, pemikirannya akan kebebasan oleh kata kata yang menyengat dari para penyair. Perkumpulan rahasia ini beranggotakan sekelompok remaja yang berasal dari sekolah Welton. DPS oleh kepala sekolah Welton dianggap sebagai perkumpulan yang terlarang, dimana cara yang digunakan komunitas ini dalam mengekspresikan seni dan metode belajar yang mereka gunakan merupakan suatu hal yang dianggap tabu dalam lingkungan sekolah Welton.

John Keating (Pak Keating) yang merupakan pendiri awal dari DPS adalah salah satu siswa lulusan terbaik dari welton. Seiring dengan lulusnya para pendiri DPS maka eksistensi dari DPS pun menghilang dan mati. Setelah beberapa puluh tahun kemudian seorang siswa baru, yang merasa penasaran terhadap seorang guru pengajar puisi mereka, mencoba menggali informasi tentang pengajar tersebut dan menemukan sebuah buku tahunan yang didalamnya terdapat photo guru pengajar mereka dan disamping photo tersebut tertera sebuah kalimat yang masih asing bagi mereka yaitu “Dead Poet’s Society”. Sejak saat itu DPS keluar dari kuburnya dan gemanya kembali bergaung di sekolah Welton.

Pak Keating adalah guru pengganti yang mengajar kelas bahasa Inggris di Welton Akademi, yang sebelumnya pernah mengajar di sekolah Chester, London. Dia juga merupakan salah satu siswa lulusan kehormatan terbaik dari Welton. Pak Keating merupakan satu satunya guru yang menerapkan metode belajar yang unik. Ia lebih senang mengajar anak muridnya dengan cara mengarahkan siswanya agar bisa lebih mengeksplorasi kedalam diri mereka sendiri dan mengekspresikan ide ide mereka. Dan dalam proses mengarahkan tersebut Pak Keating menggunakan permainan permainan outdoor sebagai medianya. Dan seringkali cara yang digunakan Pak Keating ini menarik perhatian siswa siswa dan guru guru yang lain. Mereka melihat bahwa cara pengajaran keating tidak etis dan menyalahi aturan yang ditetapkan di Welton. Seperti contoh sewaktu Pak Keating menyuruh siswanya untuk merobek halaman pendahuluan dari sebuah buku puisi yang terkenal karangan Pritchard, dimana pada halaman tersebut terdapat beberapa bait mengenai pemahaman puisi yang menurut Pak Keating merupakan suatu kesalahan pemikiran dan ditakutkan nantinya akan diikuti oleh siswanya. Merobek sebagian halaman dari buku merupakan suatu hal yang sangat diharamkan di Welton dengan alasan bahwa merobek buku adalah suatu perbuatan yang tidak menghargai ilmu pengetahuan.

Peran utama yang lain adalah Neil Perry. Neil berasal dari keluarga yang pas-pasan secara ekonomi. Bagi keluarga Neil sekolah di Welton adalah suatu hal yang luar biasa dan mereka berjuang keras agar Neil bisa masuk ke Welton. Perry adalah seorang ayah yang berkepribadian keras dan otoriter yang sangat menggantungkan harapannya pada anak satu satunya yaitu Neil. Karena tipikal seorang ayah yang keras dan otoriter maka istilah demokrasi, menentang, atau bahkan mempertanyakan tidak ada dalam keluarga Neil. Hal itu terbukti ketika neil mencoba untuk mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang pemeran utama dalam pertunjukan teater. Ketika ayahnya mengetahui bahwa Neil memiliki kegiatan lain diluar sekolah, ayahnya langsung memberi ultimatum bahwa jika ia tetap meneruskan untuk bermain teater maka ia akan ditarik dari Welton. Tetapi karena keinginannya yang sangat tinggi untuk menjadi seorang aktor ia memutuskan untuk tetap bermain teater meskipun ia harus mati karenanya. 


II. ANALISIS TOKOH

A. John Keating (Pak Keating)

Guru-guru di sekolah itu umumnya mengajar sesuai tradisi yang nampak membosankan siswa, yaitu para siswa belajar dalam ruang kelas dan duduk di kursi masing-masing. Siswa belajar dengan cara mengulang-ulang atau mengungkapkan secara lisan berulang-ulang suatu materi pelajaran hingga hafal di bawah bimbingan guru. Lain halnya dengan Pak Keating, ia mengajar dengan cara yang berbeda. Pertama kali, ia masuk ruang kelas dengan berjalan santai, tangan kanan memegang buku dan tangan kiri masuk ke dalam saku celananya sambil bersiul-siul. Ia tidak berhenti dan berdiri di depan kelas melainkan berjalan terus melewati para siswa ke belakang kelas dan menghilang di balik pintu menuju ruang lain. Para siswa memandangi Pak Keating dengan penuh keheranan. Sambil melongokkan kembali kepalanya, Pak Keating mengajak para siswa untuk mengikutinya. Para siswa yang semula bingung dan ragu-ragu akhirnya mengikuti Pak Keating ke luar ruang kelas menuju lorong ruang pertemuan yang besar yang dindingnya penuh dengan foto-foto para siswa terdahulu. Di situlah Pak Keating memberikan pelajarannya dengan cara dialog dengan para siswa sambil berdiri karena tidak ada bangku di situ. Pak Keating meminta para siswa memandangi foto-foto tersebut dan mendengarkan suara-suara atau seruan yang dibisikkan oleh orang-orang dalam foto tersebut. Saat para siswa memandangi foto-foto tersebut, Pak Keating membisikkan kata-kata: “carpe diem” dari belakang telinga para siswa, yang menimbulkan keheranan mereka dari mana asalnya bisikan tersebut.

Dalam rangka memperkenalkan dirinya kepada para siswa, Pak Keating membacakan puisi karya penyair terkenal berjudul: “O..Capten, My Capten” dan menganjurkan para siswa memanggil dirinya dengan sebutan Kapten. Pada pertemuan berikutnya di ruang kelas, Pak Keating meminta salah seorang siswa membuka buku pegangan dan membacakan bab awal tentang pengantar puisi. Dalam buku itu diungkapkan bahwa cara menilai suatu puisi adalah seberapa jauh puisi tersebut banyak pembacanya. Makin banyak pembacanya berarti puisi tersebut bagus. Di luar dugaan para siswa, Pak Keating menyuruh para siswa merobek halaman tersebut, bahkan meminta merobek satu pasal tentang pengantar puisi tersebut seluruhnya. Para siswa terheran-heran dan termangu saja tanpa berbuat apa-apa. Dengan dorongan dari Pak Keating, akhirnya para siswa tersebut satu per satu berani merobek seluruh pasal itu. Suasana kelas menjadi riuh oleh teriakan-teriakan gembira para siswa menjalani pelajaran yang luar biasa ini. Sedangkan Pak Keating ke luar ruangan untuk mengambil tempat sampah.

Saat suasana kelas gaduh seperti itu, lewat dan masuklah seorang guru lain untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi. Hal ini di luar kebiasaan. Tak lama kemudian muncullah Pak Keating berjalan mengelilingi kelas sambil membawa tempat sampah untuk menampung hasil robekan buku tersebut. Melihat ada Pak Keating, guru lain tersebut meminta maaf dan permisi meninggalkan ruangan sambil sebelumnya memberi komentar bahwa cara-cara Pak Keating mengajar adalah di luar kebiasaan dan akan melaporkan hal ini kepada Kepala Sekolah. Kemudian Pak Keating kembali melanjutkan pelajarannya bahwa puisi merupakan cetusan suara hati nurani pribadi dan meminta para siswa membuat puisi sendiri sesuai dengan hati nurani masing-masing. Dalam pelajarannya, Pak Keating menekankan perlunya seseorang berani memanfaatkan kesempatan hari ini dengan semboyannya “Seize the day!” yang merupakan terjemahan dari salah satu bait dari karya penyair terkenal, yaitu ”carpe diem”.

Pada pertemuan berikutnya, Pak Keating meminta masing-masing siswa membacakan hasil karya puisinya. Namun ada salah seorang siswa yang enggan tampil ke depan kelas untuk membacakan puisinya karena merasa tidak bisa membuat puisi. Pak Keating memberi dorongan dan membimbingnya, sambil meminta siswa tersebut mengutarakan apa saja keinginannya dan apa-apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Sambil terbata-bata siswa tersebut mengutarakan keinginan dan isi pikirannya dan Pak Keating mengiringinya dengan gaya bahasa pembacaan puisi sambil memberi dorongan. Setelah siswa tersebut selesai membacakan isi pikirannya, Pak Keating menegaskan kembali bahwa itulah puisi, yang merupakan cerminan isi hati dan pikiran.

Untuk lebih meyakinkan para siswa akan pentingnya keberanian untuk memandang sesuatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, Pak Keating mengajak para siswa berdiri naik ke atas meja masing-masing, kemudian melihat ke sekeliling ruangan. Para siswa masih ragu-ragu untuk menuruti perintah yang tak lazim ini. Namun dengan dorongan dari Pak Keating, akhirnya para siswa satu per satu berdiri di atas meja masing-masing dan merasakan betapa beda melihat dari posisi yang baru. Para siswa merasa senang mendapat pengalaman baru ini.

Pada suatu saat, ketika para siswa sedang melihat-lihat foto-foto buku para lulusan sekolah yang terdahulu, terlihat foto Pak Keating dan keterangan bahwa Pak Keating dahulu semasa menjadi siswa mengikuti kegiatan kelompok Dead Poet’s Society yang akhirnya pada waktu itu dilarang pihak sekolah dan kegiatan tersebut ditutup serta kelompok tersebut dibubarkan. Para siswa menanyakan mengenai hal ini kepada Pak Keating, dan Pak Keating bersedia menceritakannya asalkan para siswa mau menjaga rahasia ini. Dead Poet’s Society merupakan sekumpulan siswa yang kegiatannya di malam hari untuk berkumpul di suatu tempat di gua persembunyian di pinggir sungai. Saat berkumpul di gua tersebut, masing-masing anggota perkumpulan membacakan puisi secara  bergantian. Hal ini menarik perhatian para siswa tersebut dan akhirnya mereka membentuk  perkumpulan untuk mempraktekkan kegiatan serupa. Pada malam hari mereka mengendap-endap ke luar asrama untuk pergi ke gua di pinggir sungai yang ada di hutan  di lingkungan sekolah. Mereka sangat menikmati kegiatan sembunyi-sembunyi ini dan merasakan kebebasan untuk mencurahkan isi hati.

Pada pertemuan-pertemuan berikutnya, Pak Keating tetap mengajar dengan cara berbeda, yaitu tidak di ruang kelas, misalnya memberi pelajaran puisi di lapangan. Para siswa membacakan bait puisi masing-masing sambil menendang bola di lapangan tersebut. Pada kesempatan lain, Pak Keating mengajar di halaman sambil meminta para murid memperagakan gaya berjalan masing-masing dan menyimpulkan bahwa tiap orang punya gaya berjalan masing-masing yang mengisyaratkan bahwa tiap orang punya jalan hidup masing-masing, bakat dan minat yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. Oleh karena itu, Pak Keating menganjurkan para siswanya untuk mengejar impian masing-masing, jangan terpaku pada tradisi yang tidak cocok dengan pribadi atau sekedar mengikuti kemauan orang lain. Sementara itu, di saat Pak Keating mengajar dengan cara yang tidak lazim tersebut, guru lain mengawasinya dan mengancam akan melaporkannya kepada Kepala Sekolah.

Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa Pak Keating seorang yang sangat mendukung siswa untuk belajar tentang kehidupan dengan cara-cara yang tidak membosankan. Pak Keating mengajarkan siswa untuk berani mengejar impian, mengutarakan pendapat dan melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda.

B. Knox

Knox, salah seorang dari siswa sekolah tersebut, di sela-sela hari sekolah pernah berkunjung ke sebuah rumah. Kebetulan yang membuka pintu adalah seorang gadis yang cantik. Knox jatuh cinta kepadanya. Hal ini membuat hatinya gundah. Teman-temannya menanyakan kepada Knox ada apa gerangan yang  membuatnya gundah dan nampak sering melamun. Teman-teman Knox memberikan dukungan kepada Knox untuk mendekati gadis pujaannya itu dengan mengingatkannya dengan semboyan “Seize the day”, yaitu ambillah kesempatan hari ini atau akan kehilangan kesempatan untuk selamanya.

Knox berusaha mendekati dan menarik perhatian gadis itu, namun tidak mendapat tanggapan karena ternyata gadis itu sudah mempunyai pacar. Gadis itu menyatakan tidak ada perasaan apa-apa terhadap Knox dan dia setia kepada pacarnya. Namun Knox tidak putus asa, selalu mencari kesempatan untuk mendekati gadis itu sambil menyatakan bahwa ia benar-benar jatuh cinta kepada gadis itu, tidak dapat hidup tanpanya. Bahkan Knox pernah dihajar habis-habisan oleh pacar gadis itu yang diberi tahu oleh teman-temannya bahwa gadis itu dicium Knox saat gadis itu tertidur karena mabuk saat pesta.

Pada hari selanjutnya, Gadis itu menemui Knox untuk protes mengapa Knox mengganggu kehidupannya dan meminta Knox untuk tidak mendekatinya lagi. Namun Knox dengan meminta belas kasihan kepada gadis itu, untuk memberikan kesempatan sekali lagi kepada Knox untuk membuktikan bahwa Knox benar-benar mencintainya. Gadis itu memenuhi permintaan Knox dengan menonton drama bersama-sama. Gadis itu kagum kepada Knox yang tidak kenal menyerah dalam mencapai keinginannya. Sambil bergandengan tangan mereka pergi menonton drama. Sambil menonton drama, Knox meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya dengan erat sebagai tanda ia menyayanginya.

Dari cerita ini, dapat disimpulkan bahwa Knox merupakan pemuda yang ulet dalam mengejar impiannya dan tidak kenal menyerah terhadap berbagai rintangan yang menghadapinya. Akhirnya keinginan Knox tercapai yaitu mendapat tanggapan positif dari gadis pujaannya. Nampaknya Knox terinspirasi dengan semangat yang diberikan oleh Pak Keating, guru puisinya, yaitu untuk berani mengejar impian dan mengambil kesempatan hari ini atau kesempatan itu akan hilang sama sekali serta pantang menyerah terhadap rintangan-rintangan yang menghadang.

C. Neil

Di saat-saat mengikuti pelajaran Pak Keating, ia menyadari bahwa impiannya adalah untuk menjadi aktor drama. Menjadi aktor merupakan kehidupannya. Ia tidak dapat membayangkan hidup tanpa menjadi aktor. Namun hal ini tidak disetujui ayahnya. Ayahnya menentang keinginan anaknya tersebut dengan keras. Ia sudah membayar mahal sekolah Neil agar menjadi orang yang sukses dalam kehidupan, bukannya menjadi aktor yang tidak menjanjikan apa-apa.

Neil menjadi bingung, tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya. Di sela-sela kebingungannya, ia menemui Pak Keating untuk meminta nasehat. Nasehat Pak Keating adalah kejarlah impian, dan menyarankan Neil untuk menceritakan keinginan ini kepada orang tuanya dan memohon kepada orang tuanya agar mau memahami Neil.

Neil memohon belas kasihan ayahnya untuk mengijinkan Neil mengejar cita-citanya sebagai aktor drama dan mengijinkan Neil untuk ikut dalam pertunjukan drama yang segera akan berlangsung. Ayahnya mengijinkan Neil dengan syarat ini permintaan terakhir kali. Setelah itu, Neil harus memusatkan perhatian pada sekolahnya dan melupakan cita-cita sebagai aktor untuk selamanya.

Saat menjadi bintang utama dalam suatu pertunjukan drama berlangsung, Neil mendapat sambutan yang meriah dari para penonton dan teman-temannya. Pak Keating memberi komentar kepada Neil bahwa ia sangat berbakat sebagai aktor drama. Namun ayah Neil langsung mengajak pulang Neil, tidak memberi kesempatan kepada Neil untuk merayakan prestasinya di antara teman-teman yang semuanya simpati dan mendukung Neil.

Di rumah, ayahnya marah besar kepada Neil dan mengancam akan menghentikan pembiayaan sekolah dan mengusirnya dari rumah bila Neil tetap tidak bisa melupakan impiannya sebagai aktor. Di tengah malam, saat orang tuanya tidur, Neil gelisah. Di tengah-tengah rasa kebingungan dan putus asa, Neil berjalan ke ruang kerja ayahnya. Sesampainya di sana, ia membuka laci meja kerja ayahnya dan mengambil pistol dan menembakkan pistol itu di kepalanya sehingga Neil tewas.

Ayahnya kaget mendengar suara tembakan dan bergegas mencari Neil yang ternyata tidak ada di kamarnya. Kemudian ia pergi menuju ruang kerjanya dan melihat anaknya yang terkapar di lantai ruang kerjanya sudah tak bernyawa. Sang Ayah sangat menyesali kejadian ini dan menuntut pihak sekolah untuk mengusut sebab-sebab kematian anaknya dengan dugaan bahwa anaknya mengambil tindakan bunuh diri karena terpengaruh oleh ajaran Pak Keating.

Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa Neil memiliki cita-cita yang demikian mendalam sehingga seolah-olah ia tidak dapat hidup bila tidak mencapai impiannya sebagai aktor. Pikiran Neil sudah buntu saat ayahnya menentang keras dan tidak mau kompromi. Pribadi Neil yang rapuh tidak kuat menghadapi rintangan tersebut sehingga ia mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Dapat diambil pelajaran pula bahwa orang tua sebaiknya jangan memaksakan kehendak atau keinginan kepada sang anak yang memiliki minat atau impian hidup yang berbeda dengan orang tua.

D. Kepala Sekolah

Menanggapi permintaan ayah Neil, Kepala Sekolah segera rapat dan memutuskan bahwa sumber masalah yang akhirnya menewaskan Neil adalah Pak Keating. Oleh karena itu, Pak Keating mendapat sangsi dikeluarkan dari sekolah. Para siswa satu per satu dimintai keterangan tentang Dead Poets Society dan diminta untuk membubarkan diri atau kalau tidak akan dikeluarkan dari sekolah. Masing-masing siswa diminta menanda-tangani surat perjanjian bahwa ia tidak terlibat lagi dengan perkumpulan Dead Poets Society.

Guru pengajar puisi untuk sementara digantikan oleh Kepala Sekolah sampai mendapat guru baru pengganti Pak Keating. Pada saat mengajar, Kepala Sekolah meminta salah seorang siswa untuk membacakan artikel tentang pengantar puisi di buku.  Tetapi siswa itu mengatakan bahwa ia tidak memiliki halaman-halaman itu di bukunya. Kepala Sekolah meminta siswa itu untuk meminjam buku teman sebelahnya, yang ternyata juga tidak memiliki halaman tersebut karena telah disobek dan dibuang ke tempat sampah ketika mengikuti pelajaran Pak Keating. Akhirnya Kepala Sekolah memberikan bukunya sendiri untuk dibacakan halaman-halaman pengantar puisi tersebut.

Saat pelajaran berlangsung, Pak Keating masuk ke ruang kelas itu untuk mengambil barang-barangnya. Salah seorang siswa mengatakan kepada Kepala Sekolah bahwa Pak Keating tidak bersalah, yang salah adalah sistem pendidikan di sekolah ini yang telah lama membelenggu kebebasan berpikir para siswa. Kepala Sekolah menyuruh siswa tersebut diam dan tetap duduk di bangkunya. Namun siswa tersebut menolak bahkan berdiri di meja guru, yang diikuti oleh siswa-siswa lainnya berdiri di atas meja masing-masing. Kepala Sekolah kewalahan untuk menyuruh siswa duduk kembali ke bangku masing-masing dan ia mengancam akan mengeluarkan dari sekolah bagi siswa yang tidak menurut. Perintah Kepala Sekolah sama sekali tidak digubris oleh para siswa.  Mereka secara serentak dan kompak memberikan penghormatan terakhir kepada Pak Keating sambil mengucapkan: “Oo.. Capten, My Capten.”

Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa Kepala Sekolah sangat keras menjaga tradisi, tidak mengijinkan seorang pun mengubah tradisi itu. Bagi orang-orang yang potensial akan mengganggu kelangsungan tradisi akan diusir atau dikeluarkan dari lingkungan sekolah itu. Sebaliknya para siswa masih muda dan memiliki semangat baru serta menginginkan kebebasan mereka tidak terbelenggu. Para siswa mendukung semangat pembaruan dari Pak Keating.


III. ANALISIS PEBENTUKAN IDENTITAS MENURUT ERIKSON PADA TOKOH NEIL, MEEKS, TODD, CHARLIE DAN KNOX
               
Masa remaja merupakan periode transisi antara masa anak anak dan masa dewasa dan batas usianya kira kira berawal dari 12 sampai akhir usia belasan saat pertumbuhan fisik hampir lengkap. Pada masa ini proses pembentukan identitas diri remaja sangat kental. Identitas remaja berkembang secara perlahan-lahan dari berbagai identifikasi pada masa anak anak. Saat remaja mulai masuk kedunia yang lebih luas, seperti sekolah, standar nilai teman sebaya menjadi semakin penting, demikian pula penghargaan guru dan orang dewasa lain. Didalam masyarakat yang kompleks proses identifikasi diri menjadi suatu tugas yang sulit bagi remaja. Mereka menghadapi beberapa alternatif pilihan bagaimana harus bertindak dan apa yang seharusnya dilakukan dalam lingkungan sosialnya. Dan efek dari hal tersebut adalah adanya perbedaan besar antar remaja mengenai bagaimana perkembangan identitas mereka berjalan.

Neil, Meeks, Todd, Charlie, dan Knox pada saat ini mereka masih dalam proses pencarian identitas. Masa remaja merupakan waktu dimana perkembangan utamanya adalah pembentukan suatu identitas diri. Menurut Erikson, masa remaja merupakan periode “eksperimentasi peran” dimana remaja dapat melakukan eksplorasi perilaku, minat, dan ideologi alternatif. Banyak keyakinan, peran, dan cara perilaku mungkin dicoba, dimodifikasi, atau dibuang sebagai upaya pembentukan konsep diri yang terintegrasi. Dan dalam kasus film DPS tersebut figur Pak Keating disini adalah sebagai salah satu stimulan utama eksperimentasi peran bagi Neil dan teman-temannya.

Gagasan Erikson tersebut di atas digali oleh James Marcia, yang menyatakan bahwa terdapat empat status identitas atau posisi pada rangkaian pembentukan identitas: Pencapaian Identity Achievement, Foreclosure, Moratorium, dan Identity Difussion.

Pencapaian Identitas
Remaja pada status ini telah melalui krisis identitas, suatu periode pertanyaan dan penetapan diri yang aktif. Mereka telah berkomitmen terhadap posisi ideologis yang mereka cari bagi dirinya sendiri dan memutuskan suatu harapan tertentu (cita-cita). Mereka telah mempelajari identitas keluarganya dan membuang yang tidak cocok dengan identitas mereka.

Kasus Neil merupakan contoh yang paling tepat untuk menggambarkan proses seseorang dalam pembentukan identitas. Latar belakang kehidupan Neil yang merupakan anak tunggal dan dari tingkat ekonomi yang biasa aja sehingga ayahnya dengan susah payah memasukkan Neil ke Welton, Neil dalam tahap ini mempunyai beban yang berat antara ingin menentukan hidupnya dan berada dalam posisi yang sulit untuk menentang ayahnya yang otoriter.

Namun ketika ia bertemu dengan Pak Keating, ia seperti telah menemukan model yang tepat untuk mendeskripsikan seperti apa seharusnya ia. Dia lah yang pertama kali mencetuskan kembali untuk membangkitkan kembali komunitas Dead Poet’s Society sebagai media untuk melepaskan diri dari keterkukungan sistem sekolah dan tuntutan orang tua. Didalam komunitas tersembunyi inilah lambat laun ia mengerti bahwa ia telah menemukan peran yang tepat bagi dirinya yaitu sebagai aktor dan ia “berhasil”. Didalam tahapan ini Neil telah berada dalam proses pencapaian posisi Identity Achievement.

Ketika ayah Neil mengetahui keterlibatannya kembali dalam kegiatan yang tidak bermanfaat, dan mengultimatum untuk kembali konsentrasi pada sekolahnya sebenarnya Neil sudah punya kekuatan untuk menolak dengan mempertahankan perannya yaitu melakukan secara sembunyi-sembunyi. Hanya saja ketakutan pada ayahnya ketika ketahuan untuk kedua kalinya dan medapatkan peringatan yang lebih keras untuk pindah sekolah, ia mengalami kondisi Moratorium dimana komitmen Neil untuk bertahan pada keputusan menjadi aktor menjadi lemah.

Akhirnya ia menyadari setelah ada tekanan bertubi-tubi dan ia sudah tidak mempunyai kemampuan untuk menolak arahan ayahnya, ia terpengaruh akan puisi pembukaan dari komunitas Dead Poet’s Society :
Aku masuk ke hutan untuk hidup dengan sengaja
Untuk menghisap semua sumsum kehidupan
Aku mendukung untuk mengusir yang tidak hidup
Dan jika tidak, jika mati aku tahu bahwa aku tak pernah hidup.”

Sepenggal puisi tersebut secara tersirat mengandung arti bahwa ketika Neil tidak mampu mengaktualisasikan  dirinya untuk hidupnya dan selalu berada dalam bayang-bayang system sekolah dan orang tua seperti layaknya mayat hidup, maka bila ia mati itu adalah pilihan terbaik untuk merasa “bebas”. Sehingga tahap ini Neil berada dalam tahap Identity Difusion.

Keinginan ayah Neil ternyata ditentang oleh Neil sendiri dan akhirnya ia tetap memutuskan untuk menjadi seorang aktor dan hal ini juga terjadi pada saat ia memutuskan untuk membuka kembali Dead Poet’s Society dengan segala resiko yang mungkin akan mereka terima nantinya.

Foreclosure
Remaja dalam status ini sudah memiliki komitmen dalam vokasional tetapi mereka tidak melewati krisis identitas. Mereka telah menerima nilai keluarganya tanpa banyak bertanya. Dalam proses ini ada ketakutan terhadap sesuatu hal yang baru dan asing bagi mereka. Dalam kondisi inilah mulanya Neil, Meeks, Todd, Pitt, Cameron, Charlie, dan Knox. Tetapi karena adanya figur Pak Keating yang mereka pikir bertanggung jawab akhirnya mereka menerima metode pengajaran Pak Keating.

Penundaan
Remaja yang berada di pertengahan krisis identitas. Mereka secara aktif mencari jawaban tetapi masih menemukan konflik diantara rencana orang tua bagi mereka dan keinginan mereka sendiri. Kondisi inilah yang terjadi pada diri Neil sebelum akhirnya ia memutuskan untuk jadi aktor. 

Difusi Identitas
Sebagian dari para remaja dalam kategori ini sebelumnya telah mengalami krisis identitas, dan sebagian lagi belum mengalami krisis identitas seperti yang dialami remaja lainnya. Pengalaman mereka dalam krisis identitas dapat berbeda-beda.   

IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari analisis ini adalah bahwa perkembangan identitas tidak berakhir dengan adanya pencapaian kematangan secara fisik, tetapi perkembangan tersebut merupakan proses yang terus menerus terjadi yang dimulai dari ia lahir sampai lanjut usia. Perubahan tubuh yang akan mempengaruhi sikap individu, proses kognitif dan perilaku, akan terus terjadi sepanjang hidup. Jenis masalah yang akan ditemuipun akan semakin kompleks. Dalam tahap remaja pertengahan ini seharusnya Identity Achievement sudah terlihat, akan tetapi ternyata tidak. Terlihat bahwa Todd, Meeks, Pitts, Knox, Cameron, Charlie masih dalam tahap pencarian identitas, sedangkan Neil Perry sebaliknya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.


Sumber:
Makalah Tugas Kuliah, Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Tahun 2004 (Adil Kurnia, Tulus Budi Radikun, dan Widjajanti Puspojudo) 

2 comments:

Dengan kata lain, Neil Perry adalah siswa yang paling 'menyerap' ajaran Mr. Keating ya? Dia bahkan rela mati jika tidak dapat melakukan apa yang dia sukai.
Analisis tokohnya, ga ada Charlie Dalton haha. Padahal itu yang pertama saya cari di artikel ini.
Btw tulisan yang bagus untuk film yang bagus.

Menurut saya pribadi, Neil bukan siswa yang paling "menyerap" ajaran Mr. Keating. Yang rela mati bukan berarti paling "menyerap" ajarannya. I mean, kalau dilihat dari sisi positif ajaran Mr. Keating ini tentu aja enggak dong, karena tujuan ajaran Mr. Keating sendiri tentu bukan menjerumuskan siswanya ke hal negatif (bagi Neil, bunuh diri. Bagi Charlie a.k.a Nuwanda, dikeluarin). Menurut saya siswa tersebut adalah Todd. Jika dilihat dari perkembangan tokohnya, Todd yang awalnya pemalu jadi sedikit lebih berani (di akhir film, adegan dimana dia berdiri di meja berkata, "O captain, my captain,"). Ajaran Mr. Keating pun jika dilihat dari sisi positif dapat dikatakan untuk mengajarkan keseimbangan antara sisi "liar" dan sisi "sesuai norma" yang ada, walaupun Mr. Keating sendiri tidak dapat dikatakan mencerminkan keseimbangan antarkedua sisi tersebut.

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More