Ketupat menjadi salah satu menu makanan yang selalu ada setiap kali kita berlebaran Idul Fitri. Ketupat atau kupat kependekkan dari "ngaku lepat" (mengaku salah), yang disimbolkan dengan anyaman janur kuning yang berisi beras lalu dimasak. Ketupat memiliki bentuk yang sangat khas. Berdasarkan definisi ilmiahnya ketupat yang berbentuk belah ketupat ialah sebuah bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk sama panjang dan memiliki dua pasang sudut bukan siku-siku yang masing-masing sama besar dengan sudut di hadapannya. Belah ketupat dapat dibangun dari dua buah segitiga sama kaki identik yang simetris pada alas-alasnya.
Tradisi membuat dan menghidangkan ketupat saat Idul Fitri, diperkirakan tradisi itu telah ada sejak masuknya Islam ke Pulau Jawa, yakni sejak tahun 1400-an. Seperti diketahui penyebaran Islam di Pulau Jawa tidak bisa dilepaskan dari peran Wali Songo. Para Wali tersebut menggambarkan ketupat yang berasal dari kata kupatan dalam bahasa Jawa sebagai simbol seseorang sudah memasuki Islam secara sempurna. Kesempurnaan itu terindikasi dari beberapa hal, yakni sudah melaksanakan puasa Ramadhan, melaksanakan Zakat, dan saling meminta maaf dengan sesama. Kata "kupatan" yang merupakan penggalan dari suku kata "ku" berarti mengakui dan "pat" berarti lepat atau kesalahan diartikan pula sebagai "mengakui kesalahan". Jadi, ketupat dipandang pula sebagai simbol seseorang mengakui kesalahan-kesalahannya.
Meski umumnya ketupat dijadikan hidangan khas Lebaran di masyarakat Jawa, bukan berarti masyarakat di daerah-daerah lainnya di Indonesia tidak melakukannya. Masyarakat Sumatra dan Kalimantan juga terbiasa menghidangkan ketupat sebagai menu wajib saat Idul Fitri. Namun, khusus di masyarakat Jawa, biasanya diadakan tradisi Lebaran Ketupat. Adapun waktu pelaksanaan Lebaran Ketupat adalah 8 Syawal atau satu pekan setelah Idul Fitri yang jatuh pada 1 Syawal. Sebelum merayakan Lebaran Ketupat, masyarakat umumnya melaksanakan ibadah puasa Syawal selama enam hari.
Dalam sejarahnya, Lebaran Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah seorang wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Sang Wali membudayakan sebuah tradisi, yaitu setelah Lebaran, masyarakat setempat menganyam ketupat dengan daun kelapa muda lalu disii beras. Setelah selesai dimasak, ketupat diantarkan kepada anggota keluarga atau kerabat yang dituakan. Sejak itulah, ketupat menjadi lambang kebersamaan. Selain lambang kebersamaan, ketupat juga memiliki beberapa filosofi tersendiri. Anyaman-anyaman pada kulit ketupat mencerminkan betapa banyaknya kesalahan manusia. Kemudian, ketika ketupat dibelah dua, akan terlihat isinya yang berwarna putih yang menggambarkan kebersihan dan kesucian hati manusia, setelah menahan nafsu dengan berpuasa dan memohon maaf atas segala kesalahan.
Selain itu, ternyata ketupat punya filosofi tersendiri yaitu anyaman-anyaman pada kulit ketupat itu mencerminkan betapa banyaknya kesalahan manusia. Setelah dibelah dua, terlihatlah isi ketupat yang berwarna putih, hal ini menggambarkan kebersihan dan kesucian hati manusia, setelah menahan nafsu dengan berpuasa selama sebulan dan memohon ampun atas segala kesalahan. Sementara itu, bentuk ketupat yang sempurna itu melambangkan kemenangan umat Muslim yang akhirnya mencapai hari yang Fitri.
Jadi, ternyata betapa besarnya peran para Wali untuk memperkenalkan agama islam dengan tetap menghomati budaya setempat dalam mensyiarkan agama baru yaitu Islam. Salah satu contoh yang nyata adalah cerita tentang pandawa lima, beliau mengumpamakan pandawa lima itu sebagai rukun Islam (ada lima) sehingga agama Islam dengan mudah diteima oleh masyarakat pada masa itu.
Kini ketupat sebagai warisan dari Sunan Kalijaga ini masih tetap dipertahankan bahkan sudah bukan milik masyarakat Jawa, Sumatra dan Kalimantan saja tetapi sudah menjadi makanan masyarakat Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat di negara-negara Malaysia, Singapura dan Brunei dapat dijumpai makanan ketupat ini, hal ini terjadi akibat banyaknya orang-orang Jawa yang bermukim di negara-negara tersebut.
Lebaran ketupat merupakan tradisi masyarakat sebagai ungkapan syukur setelah melaksanakan ibadah puasa. Namun, tujuan dari tradisi makan ketupat bersama keluarga maupun tetangga setelah salat sunah Id diharapkan menjadi momen untuk saling mengakui kesalahan.
Selain dari makna mengakui kesalahan, makna tersembunyi dari ketupat yaitu dilihat dari bentuknya yang segi empat yang ternyata merupakan wujud dari prinsip “kiblat papat lima pancer” yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat. Prinsip tersebut kalau diotak-atik maknanya berarti empat arah mata angin utama, yaitu:timur, selatan, barat, dan utara yang bertumpu di satu pusat. Bila salah satu arah mata angin itu hilang, maka keseimbangan alam goyah.Terjemahan bebas filosofi tersebut bisa dikaitkan dengan arah jalan hidup manusia. Kemana pun arah yang ingin ditempuh manusia hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya, yaitu Allah Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, agar tidak goyah maka manusia harus tetap ingat kepada Sang Khalik sebagai pusat dari segalanya. Ada pula yang mengartikan prinsip “kiblat papat lima pancer” bahwa kemana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Ketupat bukan sekadar makanan yang disajikan untuk menjamu para tamu pada Hari Raya Idul Fitri maupun merayakan genapnya enam hari berpuasa sunah Syawal. Sebagian masyarakat Jawa memaknai rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur sebagai bungkus beras, mencerminkan kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran.
Penggunaan janur sebagai kemasan pun memiliki makna tersembunyi.Janur dalam bahasa Arab yang berasal dari kata “jaa a al-nur” bermakna telah datang cahaya. Sedangkan masyarakat Jawa mengartikan janur dengan “sejatine nur” (cahaya). Dalam arti lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan Ramadan.
Selain itu, tradisi makan ketupat lebaran yang masih langgeng sampai saat ini adalah penggunaan sayur opor sebagai pasangannya. Sayur opor pun memiliki makna filosofi , jika dilihat dari asal-usul bahan dasarnya yang menggunakan santan kelapa. Bahasa Jawa dari santan ialah “santen” yang memunyai makna “pangapunten” atau memohon maaf.
Sumber:
http://www.kisahislami.com
http://www.koran-jakarta.com
0 comments:
Post a Comment