Friday, 14 June 2013

Tinjauan Teori Eysenk Terhadap Kepribadian Bung Hatta

I. PENDAHULUAN


Seorang tokoh menjadi terkenal di mata orang banyak karena memiliki kepribadian yang istimewa dan mampu ‘menggerakan hati’ orang banyak untuk menilainya secara khusus berbeda dari orang-orang kebanyakan. Apakah kepribadian yang istimewa itu bersifat positif dalam arti patut ditiru dan menguntungkan mereka, ataukah sebaliknya sebagai suatu hal yang bersifat negatif dalam arti tercela dan merugikan orang banyak.
Menarik untuk diketengahkan disini seorang tokoh negara kita yang sudah almarhum tapi jasa dan hasil perjuangannya masih kita rasakan hingga sekarang. Bung Hatta, selain dikenal sebagai salah seorang proklamator republik kita ini, sebagai hasil perjuangannya dibidang ekonomi khususnya mengenai koperasi beliau terkenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Dari segala macam hasil sumbangan pikirannya yang tak terhingga itu kepada bangsa dan negaranya tercinta Indonesia, yang terpenting dan yang akan kita soroti dalam pembahasan makalah ini adalah tentang ‘kepribadian’ yang dimiliki Bung Hatta. Beliau memiliki kepribadian yang tenang, sangat tertib, bijaksana, halus serta penuh sifat kebapakan. Dari kecil hingga saat meninggalnya beliau selalu disayangi oleh adik-adiknya, ibunya, paman, kakek-neneknya, anak-anaknya, rekan-rekan sekolah dan seperjuangan, bahkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sehubungan dengan hal diatas, kita mencoba menghubungkan antara kepribadian Bung Hatta tersebut dengan salah satu Teori Faktor yaitu teori mengenai “EXTRAVERTION-INTROVERTION” dan “LABIL-STABIL” dari H.J. EYSENCK.
Kedua hal teori di atas merupakn dua dimensi kepribadian yang bisa dihubungkan dengan beberapa “trait names” (nama sifat), dimana kemudian dapat menunjukan kepada seseorang yang teliti apakah ternyata ia tergolong orang yang memiliki kecendrungan ‘introvert-stabil’, ‘introvert-labil’, ‘ekstrovert-stabil’ atau ‘ektrovert-labil’.
Dengan tidak bermaksud merendahkan Bung Hatta bila ternyata hasil pembahasan menujukan ketidaksesuaian dengan pribadi yang sebenarnya, dalam pembahasan ini kita terpaksa hanya menggunakan data-data mengenai riwayat hidup beliau yang diperoleh dari artikel-artikel majalah, koran, buku dan bukan dari hasil pemeriksaan psikologis langsung terhadap beliau guna menjamin keabsahan (validitas) dan keterandalannya (reliabilitas). Tapi justru kita ingin memperlihatkan bagaimana seorang tokoh seperti Bung Hatta yang memiliki faktor-faktor kepribadian tersebut mampu merelisasikan dan mengaktualisasikan dirinya guna kepentingan orang banyak terutama bagi bangsa dan negaranya.

 

II. TINJAUAN TEORITIK

     
A.     EXTRAVERTION-INTROVERTION
Extrovertion (ekstrovert) atau introvertion (introvert) menurut Eysenck adalah suatu konsep tipe yang modern bebeda seperti apa yang telah ditemukan oleh C.G. JUNG. Menurut Eysenck, istilah extravertion dan introvertion seperti yang dipergunakan Jung sangat membingungkan dalam kompeksitasnya. Tipe Extravertion merupakan gabungan dari sifat-sifat seperti ‘aktif’, ‘menurut dorongan kata hati’, ‘mengambil resiko’ serta ‘kurang mempunyai tanggung jawab’ dan ‘kemurungan’. Sedangkan tipe introvertion merupakan gabungan dari lawan kebalikan sifat-sifat extravertion tersebut di atas.
Ditambahkan lagi oleh Eysenck bahwa kedua istilah tersebut dipergunakan dalam pengertian bahwasanya ada sesuatu rangkaian kesatuan (continuum) dari satu ekstrim ke ekstrim lainnya, dengan mayoritas orang lebih dekat ke pusat continuum ketimbang ke dua ekstrim. Jadi kepribadian seseorang dari sifat-sifatnya dapat memiliki kecendrungan ke arah introvert atau ekstrovert. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan sifat-sifat yang diukur untuk extravertion. Seluruh sifat itu mempunyai korelasi.

        Gambar 1. Sifat-sifat yang diukur untuk Extrovertion


B.    LABIL-STABIL
EYSENCK dalam bukunya bersama Glenn Wilson “KNOW YOUR OWN PERSONALITY” menyebutkan bahwa konsep tipe ini adalah mengenai kestabilan (instability), atau emosionalitas (emosionality), atau kecemasan (anxiety), atau gangguan emosi (neurotisism), atau sejumlah istilah-istilah lainnya. Konsep ini didasarkan pada kenyaaannya bahwa berbagai sifat secara empirik diketahui mempunyai korelasi.
Gambar 2 menunjukkan bahwa tipe tersebut dibentuk dari sifat-sifat rendahnya penghargaan diri (law of self-exteem), tidak berbahagia (lack of happiness), kecemasan (anxiety), gangguan pikiran (obsessiveness), kurangnya pengendalian diri (lack of autonomy), kesedihan tanpa alasan (hypochondriasis), dan perasaan-perasaan bersalah (guilty feeling). Korelasi antara sifat-sifat ini tentu saja tidak terlalu sempurna, tetapi tedapat suatu kecenderungan yang tak diragukan bagi orang yang mempunyai nilai (score) tinggi pada salah satu dari sifat ini untuk mempunyai nilai tinggi ini pada sifat-sifat lainnya yang tercakup dalam tipe ini.       
       Gambar 2. Sifat-sifat yang membentuk Ketidakstabilan Emosi
  
C.  MODEL DUA DIMENSI KEPRIBADIAN
Jika kita mengambil kedua tipe yang dijelaskan sebelum ini secara bersama-sama, maka kita memperoleh satu model yang benar-benar menunjukkan hubungannya dengan keempat model temperamen Yunani kuno. Ini ditunjukkan secara jelas dalam gambar 3, dimana kedua dimensi atau sumbu (extravertion-introvertion dan emotional stability-instability) membatasi empat kwadran. Kwadran-kwadran ini terbentuk atas “ekstravert yang tidak stabil”, “introvert stabil”, “exstravert yang stabil”, dan “introvert yang tidak stabil”. Di sekeliling lingkaran ditulis beberapa karakteristik sifat dari setiap kwadran. Di dalam kwadran-kwadran ditulis nama-nama tipe Yunani kuno yang termasuk didalamnya.
Dengan demikian MELANKOLIC adalah introvert yang tidak stabil. CHOLERIC adalah ekstravert yang tidak stabil; PHLEGMATIC adalah introvert stabil; SANGUINE adalah ekstrovert stabil.
 Dijelaskan pula oleh EYSENCK bahwa kedua skema atau model ini ternyata berbeda, dimana untuk model Yunani kuno setiap orang harus dimasukan kedalam salah satu dari keempat kwadran tersebut. Pada skema modern seluruh kombinasi nilai pada continuum adalah mungkin.
Jika tipe-tipe kepribadian ini mempunyai peranan, maka kita memperkirakan bahwa orang-orang didalam keempat kwadran tersebut ditemukan mempunyai frekuensi yang tidak sama dalam berbagai kelompok yang dibedakan berdasarkan kriteria sosial atau pekerjaan. Kenyataannya demikianlah adannya. Misalnya, olahragawan, penerjun payung dan anggota pasukan komando militer hampir keseluruhannya ditemui dalam kwadran ‘Sanguine’. Kaitan ini juga dapat dijumpai dimasa anak-anak. Anak-anak yang belajar berenang dengan cepat pada umumnya adalah anak-anak yang berada dalam kwadran ‘Sanguine’. Pelaku kriminal cenderung ditemukan dalam kwadran ‘Choleric’, dan orang-orang yang terganggu emosinya cenderung dalam kwadran ‘Melankolik’.
Kedua kelompok ini (‘melankolik’ dan ‘choleric’) terlihat jelas hampir sama ketidakstabilannya secara emosional, tetapi untuk kebanyakan bagian, para pelaku kriminal adalah ‘extraverted’ dan orang-orang yang mengalami gangguan emosi adalah ‘introverted’.
Para ilmuan, ahli ilmu pasti dan pengusaha yang sukses sering ditemukan dalam kwadran ‘Phlegmatic’; jelas sifat Phlegmatic mereka tidak meluas kepada pekerjaan mereka. Tidak ada dari kaitan-kaitan ini yang mutlak: kaitan-kaitan ini hanya merupakan kecenderungan-kecenderungan walaupun terlihat jelas dan berpengaruh. Tidak semua pelaku kriminal adalah orang-orang dari tipe ‘Choleric’, dan tidak seluruh ‘Choleric’ adalah pelaku kriminal.
Sangatlah penting untuk memandang hal-hal ini secara perspektif; kepribadian hanyalah satu dari banyak determinan lainnya yang menyebabkan seseorang menjadi ‘neurotic’ atau kegangguan emosi, atau olahragawan, atau pelaku kriminal, atau penerjun, atau pengusaha yang berhasil. Kemampuan (fisik dan mental), keberuntungan, kesempatan dan banyak lagi faktor-faktor lainnya mrmpengaruhi pemilihan yang dicakup dan keputusan yang dibuat. Kepribadian adalah penting, tetapi bukanlah merupakan satu-satunya yang terpenting.
Untuk lebih lengkapnya mengenai penjelasan dari EYSENCK ini, kita lihat gambar 3 mengenai model dua dimensi kepribadian dengan beberapa karakteristik sifatnya.  


       Gambar 3 : Model dua dimensi kepribadian dengan beberapa karakteristik sifatnya




III. PEMBAHASAN


A.     KECENDERUNGAN INTROVERT PADA KEPRIBADIAN BUNG HATTA
Kepribadian Bung Hatta cenderung memenuhi ketujuh kriteria sifat introvert yang diutarakan oleh EYSENCK. Bung Hatta adalah seorang yang bertanggung jawab, cukup aktif dalam hal mengembangkan pikiran, tidak terlalu ekspresif dalam pengungkapan perasaannya, sedikit memenuhi dorongan kata hati, tidak gampang mengambil resiko tapi penuh pertimbangan, tidak punya hambatan serius dalam bergaul dan tidak selalu kelihatan murung.
Untuk lebih mendukung pernyataan diatas, lebih jelasnya kita tinjau beberapa karakteristik sifat dari kwadran-kwadran ‘introvert’ seperti terlihat dari gambar 3 yang disajikan di atas.
Secara umum, Bung Hatta memenuhi sebagian besar dari karakteristik sifat-sifat tersebut, seperti sifat sederhana, suka menyendiri, hati-hati, bijaksana, bersifar damai, dapat menguasai diri, dapat dipercaya, berwatak tenang dan kalem.

1.  Sifat sederhana Bung Hatta dapat dilihat seperti yang diungkapkan oleh adik kandungnya sendiri Pasyariah Samsi Ganip pada Lies Said dari KARTINI :
 “Terhadap saudara perempuannya, bung hatta tidak menganjurkan bersikap terlalu modern, dan juga tidak terlalu kolot, tetapi menekankan agar mereka taat pada agama”.
             
Dalam hal lain dikatakannya pula :
“Dia tidak menginginkan kemewahan yang diberikan Belanda, walaupun ia mendapat pendidikan dari negeri itu sendiri”.
             
Terhadap pembantu rumah tangga-nya pun ia tak berlaku sombong atau   sok mewah, tapi ingin tetap sederhana :
“Dalam kehidupannya ia tidak mengenal atau memiliki rasa sombong. Walaupun ia sudah mendapat pangkat dan derajat yang tinggi. Tapi kalau ada pembantu yang memberikan makanan atau minuman sambil jongkok ia tidak pernah menganjurkan”.   

Dari hasil wawancara Sherly Malinton dengan beliau tahun 1978, dapat dicuplik sifat kesederhanaannya:
“Ia menikah dengan Rahmi tgl 18 Nopember 1945 di Mega Mendung bogor dengan hanya mengundang keluarga dekat dan beberapa orang teman”.

Dan yang paling berkesan mengenai kesederhanaannya ini adalah salah satu pesan beliau sebelum wafat yaitu bahwa beliau ingin dimakamkan ditengah-tengah rakyat. Sesuai pesannya, maka ia dimakamkan dipemakaman umum Tanah Kusir ditengah-tengah makam rakyat yang dicitainya dan mencintainya. 

2.  Bung Hatta memiliki sifat hati-hati, teliti, kalem, dan dapat menguasai diri, yang tercermin dari apa yang dikatakannya pada Sherly Malinton:
“mana sempat saya pacaran. Saya kan lebih mengutamakan pelajaran sekolah”
“tak ada sama sekali (pacar). Apalagi masa puber saya, saya habiskan waktu di negeri Belanda. Saya tidak mau pacaran sama anak kulit putih”.

Hal tersebut menunjukan bahwa betapa beliau sangat hati-hati, teliti dan mampu mengatasi dirinya dalam memilih dan menetukan saat dan bagaimana pacaran.

Sifat tersebut dapat dilihat lagi ketika ia ditanya soal pernikahannya:
“itu memang sudah tekad saya. Saya tak mau menikah sebelum Indonesia merdeka”.

Tehadap pakaian Bung Hatta juga bersifat hati-hati dan teliti, kata Sherly:
“tentang pakaian Pak Hatta sangat teliti sekali. Beliau membeli sendiri bahannya di toko kemudian dijahitkan pada tukang jahit langganannya”.

3.  Sifat bijaksana Bung Hatta bisa dijelaskan dari komentar ketiga anaknya sendiri Halida, Meutia dan Gemala:
“ayah tidak pernah menekankan pada kami jadi dokter atau jadi insinyur. Ataupun agar kami kawin dengan orang yang bertitel atau berpangkat. Kami diberi kebebasan untuk memilih dan bertanggung jawab”.

Demikian juga komentar dari pihak keluarganya:
“Hatta selalu menghargai orang, juga rakyat kecil. Pada supirnya pun ia sangat menghargai. Pada anak-anaknya ia mendidik untuk terus-terang, dan selalu menghendaki agar anak-anak itu mengemukakan pendapatnya secara terbuka”.    

4.  Bung Hatta pun sebenarnya bersifat damai, tenang, kalem, dan penuh kasih sayang. Dikatakannya pada Sherly:
“Entah mengapa waktu muda dulu, meskipun semangat perjuangan menggelora, tapi saya lebih suka film roman daripada film perang”.

Sifatnya yang tenang dan kalem kelihatan lagi dalam hal pemilihan warna pakaian:
“Saya memilih warna cream dan abu-abu pada pagi hari, warna abu-abu pada siang hari dan warna-warna gelap pada malam hari”.

Sifatnya yang damai, kalem dan penuh kasih sayang sempat mengesankan Shinta Suharto dari KARTINI:
“Untuk sesuatu hal yang mendadak, saya perlu menelepon ibu Rahmi Hatta. Tapi ketika telepon diangkat, yang menerima ternyata Bung Hatta sendiri. Dengan begitu lembut Bung Hatta mengatakan kepada saya bahwa dia tidak sampai hati membangunkan ibu Rahmi yang sedang tidur. Amboi! Begitu lembut dan dalamnya kasih sayang Bung Hatta pada istrinya”.   

5.  Bung Hatta pun adalah seorang yang dapat dipercaya. Beliau pernah dikirim mewakili bangsa dan rakyat Indonesia ke perundingan KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag Belanda, dan yang sudah jelas ia pernah dipercayakan rakyat Indonesia untuk menjadi Wakil Presiden mendampingi Presiden Soekarno.


B.     KECENDERUNGAN EMOSIONAL STABIL PADA KEPRIBADIAN BUNG HATTA
Kepribadian Bung Hatta secara umum hampir dikatakan tidak memenuhi kriteria sifat ketidakstabilan emosional, seperti adanya perasaan-perasaan bersalah, gangguan pikiran, kesedihan tanpa alasan, kurangnya pengendalian diri, kecemasan, tidak berbahagia, dan rendahnya penghargaan diri.
Bila kita lihat karakteristik sifat-sifat dari dimensi emosional yang stabil, maka seperti yang telah dibahas dengan cukup jelas bahwa beliau memiliki sifat hati-hati, bijaksana, bersifat damai, dapat menguasai diri, dapat dipercaya, berwatak tenang dan kalem.
Disamping sifat-sifat di atas, untuk dimensi stabil ini beliau mempunyai juga sifat mudah bergaul, berwatak ramah, bersifat responsif, bersemangat dan kepemimpinan.

1.    Sifat mudah bergaul beliau bisa kita amati dari perjalanan kariernya. Sejak sekolah di Eropa, ia telah punya teman banyak dan pernah menghimpun pelajar-pelajar Indonesia disana untuk membantu memikirkan nasib bangsanya yang dijajah. Demikian pula ketika beliau kembali ke Indonesia dan aktif bergelut dalam organisasi politik.

2.    Wataknya yang ramah kepada semua orang juga teroermindari wajahnya yang bersahabat. Adiknya Basyariah S. Ganip pernah mengatakan:
“Dia pulang bersikap manis terhadap adik-adiknya, termasuk saya”.

3.    Sifatnya yang responsif dan bersemangat dalam arti ia akan segera tanggap dan bersemangat dalam menjawab pernyataan-pernyataan politik Belanda dengan pernyataan yang membela bangsanya. Hal ini dapat dilihat dengan bagaimana sikap dan usahanya yang gigih dalam perjuangan politik dan kesejahteraan ekonomi bangsanya (koperasi).

4.    Sifat kepemimpinan beliau tak perlu diragukan lagi. Bung Hatta pernah memimpin dan mengetuai Perhimpunan Indonesia di Belanda (1926). Beliau juga menjadi penganjur koperasi Indonesia sehingga digelari “Bapak Koperasi Indonesia”. Disamping itu beliau juga pernah memegang beberapa jabatan penting dalam organisasi politik dan puncaknya menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Demikianlah uraian pokok-pokok pembahasan mengenai karakteristik sifat-sifat dari kepribadian Bung Hatta yang cenderung mengarah ke tipe introvert dan ke tipe emosional yang stabil.
 
IV. KESIMPULAN

Dalam bab-bab sebelumnya telah diuraikan cukup panjang beberapa sifat dari kepribadian Bung Hatta. Walaupun seluruh sifat beliau tidak diuraikan secara mendetail disini, tetapi kiranya cukuplah bagi kita untuk dapat mengambil kesimpulan sementara dari data-data yang sudah ada tersebut.
Bung Hatta adalah seorang yang memiliki karakteristik sifat-sifat yang sederhana, hati-hati, bijaksana, bersifat damai, dapat menguasai diri, dapat dipercaya, berwatak tenang dan kalem, mudah tergugah, aktif, mudah bergaul, berwatak ramah, responsif, bersemangat dan memiliki sifat kepemimpinan.
Dari penyabaran sebagian besar sifat-sifat tersebut di dalam Model Dua Dimensi dari EYSENCK, maka dapat kita simpulkan bahwa BUNG HATTA adalah seorang yang memiliki kecenderungan INTROVERT YANG STABIL atau menurut model temperamen Yunani kuno BUNG HATTA adalah seorang yang PHLEGMATIC.        

 

DAFTAR PUSTAKA

Eysenck, H.J. dan Wilson, G. 1980. Know Your Own Personality. (Diterjemahkan oleh Dali H. Gulo). Jakarta: Penerbit Sungguh Bersaudara.

Majalah Kartini, No. 96, Juli 1978: Pak Hatta Tak Mau Menikah Sebelum Indonesia Merdeka, oleh Sherly Malinton.

Majalah Kartini, No. 141, Maret 1980: Kenangan Manis Sekitar Bung Hatta; dan Sanggar Shinta : Bung Hatta ditengah keluarga kami.

Markam, Soeprapti Soemarno. 1982. Diktat Psikologi Kepribadian: Aliran Fenomenologis, Humanistik tentang Kepribadian. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Psikologi UI.

Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Swasono, Meutia Farida (Penyunting). 1981. Bung Hatta: Pribadinya Dalam Kenangan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan dan Penerbit Universitas Indonesia.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More