Tuesday, 18 December 2012

Balada Wanita Buta



Seorang wanita usia sekitar 70 tahun yang sudah selama 1 tahun ini matanya sudah tidak bisa melihat lagi (buta). “Semuanya gelap… walaupun disorot pakai senter baterai, tetap aja tidak ada cahaya sedikitpun yang terlihat”, katanya. Bola matanya masih normal, meskipun ada sedikit selaput yang menyelimutinya. Kelopak matanya pun masih bisa digerak-gerakan sebagaimana kalau kita berkedip. Selain itu, daya ingatnya, kemampuan berpikir sehatnya dan bahkan kelancaran serta “kecerewetannya” bicaranya relatif tidak berkurang.

Dengan kebutaan matanya, ia masih bisa mengatur keperluan rumah tangganya, seperti menyuruh membayar listrik, menagih hutang, bahkan mengontrol anak dan tukang yang sedang membangun tembok belakang rumahnya. Jadi orang yang buta matanya, sesungguhnya tidak buta ingatannya, inderanya yang lain (pendengaran, penciuman, perabaan, pengecapan), bahkan pikiran dan perasaan/hatinya.

Usaha penyembuhan yang dilakukan juga sudah dengan berbagai cara. Dokter mata di RS Cicendo Bandung sudah memvonis tidak bisa disembuhkan lagi, karena yang terganggu adalah fungsi saraf penglihatan bukan katarak atau lainnya yang masih mungkih dipulihkan melalui operasi. Dokter mata di Cirebon juga demikian, ia hanya diberikan obat tetes mata yang akhirnya tidak lagi ia teruskan karena tidak dirasakan ada perubahan ke arah kesembuhan. Pernah juga diusahakan pengobatan ke seorang tabib terkenal di Cilacap. Dengan metode menyedot mata yang buta lalu berhasil dikeluarkan cairan yang berisi segerintil daging, ternyata kesembuhan yang didambakanjuga tidak kunjung datang. Usaha penyembuhan akhirnya sampai juga pada minta pertolongan orang pintar (paranormal, dukun). Mereka umumnya mengatakan bahwa kebutaannya sulit disembuhkan karena “dikerjain” oleh orang yang tidak suka dan merasa telah di”zholimi” oleh dirinya dan keluarganya. Pendapat seperti ini cenderung lebih mudah dan mudah diterima oleh dirinya dan juga sebagian besar anak-anak dan keluarga besarnya, meskipun kebenarannya belum nyata dan masih sulit dibuktikan.

Kalau ditelusuri sejarah kehidupannya sebelum ia mengalami kebutaan, ada alasan yang lebih masuk akal yang kemungkinan menyebabkan  penglihatannya tidak berfungsi seperti sekarang. Selama bertahun-tahun semenjak menikah hingga anak pertamanya telah memiliki 2 orang cucu (jadi cicit dari wanita ini) seperti sekarang, ia memiliki profesi pekerjaan sebagai pembuat sekaligus penjual gorengan (pisang, singkong, ubi, dan sejenisnya) di pasar desa tempatnya tinggal. Bertahun-tahun ia bangun dini hari, menyalakan tungku api kayu bakar (bukan kompor), meniup-niupnya dengan bantuan pipa kecil yang bolong agar nyala apinya merata (bahkan dilakukan dengan jarak yang dekat dari api yang silau menyala), menggoreng selama beberapa jam sampai pagi matahari terbit (yang hanya diselang dengan sholat Subuh) sebelum akhirnya ia mandi, berpakaian dan bersiap-siap pergi berjualan di pasar. Menjadi masuk akal apabila saat ini fungsi penglihatannya terganggu dan akhirnya tidak berfungsi sama sekali, karena bola mata dan lapisannya yang bening dan halus ini secara rutin terus-menerus selama bertahun-tahun dipanasi oleh suhu api yang berlebihan (kulit pun seringkali tidak tahan kepanasan) dan disinari oleh cahaya merah api yang silau kontras. Namun sebagai orang desa (kampung), kesadaran akan resiko ini memang tidak terpikirkan olehnya. Berdasarkan cerita yang diperoleh ternyata tidak sedikit wanita-wanita lain dengan profesi pekerjaan yang sama/serupa di desa ini dan beberapa desa lain di sekitarnya juga tertimpa kejadian yang sama dan senasib dengan penderitaan wanita ini. Sungguh malang mereka ini yang karena tuntutan hidup dan kurangnya kesadaran akan resiko pekerjaan yang dilakukannya telah mengakibatkan penderitaan seperti ini.

Semoga Allah tetap senantiasa memberikan kebahagiaan dan ke”terang”an pada jiwa (hati) mereka meskipun dalam kebutaan yang gelap, amin…..

Leuwimunding, 22 April 2010

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More